Kisah Ashhabul Ukhdud, Gambaran Keteguhan Seorang Muslim
Sejarah
merupakan guru yang paling berharga. Karena dengan sejarah maka kita
bisa banyak sekali mengambil pelajaran. Dengan menelisik sejarah dan
kisah para pendahulu kita, maka bisa jadi kita akan lebih baik lagi.
Dengan sejarah kita bisa mengevaluasi diri, dengan sejarah kita bisa
membuat visi, dengan sejarah kita bisa mengambil langkah untuk saat ini.
Dan
salah satu kisah yang paling menarik dari banyaknya kisah yang ada
adalah kisah Ashhabul Ukhdud. Kisah mengenai satu pengorbanan untuk
mempertahankan keyakinan. Kisah mengenai keteguhan iman seorang pemuda,
dengan semangat untuk menyampaikan yang haq dan mencegah yang munkar,
kisah tentang bagaimana seharusnya seorang muslim memegang teguh
keyakinannya akan kebenaran. Dan untuk itu, simaklah kisah yang berharga
ini agar kita menjadi insan yang lebih baik lagi.
Dahulu
ada seorang raja, dari orang-orang sebelum kalian. Dia memiliki seorang
tukang sihir. Tatkala tukang sihir itu sudah tua, berkatalah ia kepada
rajanya: “Sesungguhnya aku telah tua. Utuslah kepadaku seorang anak yang
akan aku ajari sihir.” Maka sang raja pun mengutus seorang anak untuk
diajari sihir. Setiap kali anak tersebut datang menemui tukang sihir, di
tengah perjalanan ia selalu melewati seorang tabib, ia pun duduk
mendengarkan pembicaraan rahib tersebut, sehingga ia kagum kepadanya.
Maka setiap kali ia datang ke tukang sihir, ia selalu duduk dan
mendengarkan petuah rahib itu, kemudian baru ia datang ke tukang sihir
sehingga tukang sihir itu memukulnya (karena ia datang terlambat, red.).
ia mengadukan hal itu kepada rahib tadi, sang rahib pun berpesan:
“Kalau engkau takut kepada tuakng sihir, katakanlah bahwa keluargamu
telah menghalangimu (sehingga engkau terlambat), dan bila engkau takut
kepada keluargamu, katakan juga bahwa tukang sihir itu telah mencegahmu.
Maka tatkala berlangsung demikain, tiba-tiba ada seekor binatang buas
mengonggok di tengah jalan sehingga menghalangi lalu-lalangnya manusia.
Menghadapi peristiwa ini maka ia pun bergumam: “Pada hari ini akan aku
buktikan apakah tukang sihir itu lebih utama dari pada rahib, ataukah
sebaliknya.”
Ia pun mengambil sebuah batu kemudian mengatakan: “Ya
Allah, apabila perkara rahib lebih engkau sukai daripada tukang sihir,
maka bunuhlah binatang buas itu.” Kemudian ia lemparkan batu tersebut,
sehingga matilah binatang buas tadi dan manusia pun bisa lewat kembali.
Sesudah itu datang lah ia kepada rahib dan mengabarkan kejadian yang
baru saja ia alami, kemudian sang rahib mengatakan:
“Wahai anakku,
hari ini engkau lebih baik daripada aku, dan engkau telah sampai pada
perkara yang aku sangka. (ketahuilah) sesungguhnya engkau akan diuji,
dan bila engkau diuji, janganlah engkau tunjukkan tentang diriku.”
Dan kini ia dapat menyembuhkan penyakit buta, penyakit kusta, serta dapat mengobati manusia dari berbagai macam penyakit.
Hal
ini terdengar oleh seorang teman duduk raja, sedangkan dia adalah
seorang yang buta, kemudian ia membawa harta yang banyak seraya
mengatakan: “Aku akan berikan harta ini kepadamu bila engkau bersedia
menyembuhkan penyakitku.” Maka sang anak menjawab, “Sesungguhnya aku
tidaklah bisa menyembuhkan siapapun, yang bisa menyembuhkan hanyalah
Allah. Kalau engkau beriman kepada Allah maka aku akan berdoa kepada-Nya
untuk kesembuhanmu.” Maka ia pun beriman kepada Allah dan Allah pun
menyembuhkan penyakitnya. Kemudian datanglah dia menemui sang raja dan
duduk sebagaimana biasanya, sang raja pun heran seraya mengatakan:
“Siapakah yang telah mengembalikan pandanganmu?” maka ia menjawab:
“Rabb-ku.” Sang raja melanjutkan: “Apakah engkau memiliki tuhan selain
aku?!!” Jawabnya, “Ya, Dia adalah Rabb-ku dan Rabb-mu juga.” Maka sang
raja pun menyiksanya dan terus menyiksanya sampai ia menunjukkan kepada
anak tersebut. Didatangkanlah si anak itu, kemudian sang raja berujar:
“Wahai anakku, sekarang engkau telah memiliki kepandaian sihir, sehingga
bisa menyembuhkan orang yang buta dan juga bisa menyembuhkan penyakit
kusta dan lain sebagainya.” Sang anak balik menjawab, “Sesungguhnya aku
tidak bisa menyembuhkan siapapun, dan hanya Allah-lah yang bisa
menyembuhkan.”
Akhirnya sang raja pun menyiksanya dan terus
menyiksanya sampai ia menunjukkan kepada rahib. Maka didatangkanlah si
rahib, kemudian dikatakan kepadanya: “Berhentilah dari agamamu!!” Ia pun
enggan. Maka sang raja meminta gergaji kemudian diletakkan tepat di
tengah kepalanya, dan dibelahlah tubuhnya sampai terbelah menjadi dua
bagian. Kemudian didatangkan pula teman duduk sang raja tersebut, dan
dikatakan kepadanya: “Berhentilah dari agamamu!!” Demikian pula, ia pun
enggan, kemudian ditaruh gergaji itu di atas kepalanya, lantas
dibelahlah tubuhnya hingga terbelah.
Selanjutnya didatangkanlah
sang anak, dan dikatakan kepadanya: “Berhentilah dari agamamu!!” Ia pun
menolak. Kemudian ia dilemparkan kepada sekelompok prajurit raja, dan
dikatakan: “Pergilah kalian ke gunung ini dan gunung ini, mendakilah
sampai di puncak gunung, apabila ia mau berhenti dari agamanya
selamatkan dia, dan kalau tidak, maka lemparkan ia ke dasar jurang.”
Maka
mereka pun pergi, kemudian naik, dan tatkala berada di atas gunung sang
anak berdoa: “Ya Allah! Jagalah diriku dari tipudaya mereka
sekehendak-Mu.” Tiba-tiba bergetarlah gunung tersebut dan semua prajurit
raja jatuh berguguran ke bawah jurang, kemudian kembalilah sang anak
menemui sang raja. Ia heran dan mengatakan: ‘Apa yang terjadi pada para
sahabatmu?” Sang anak menjawab: “Sesungguhnya Alalh telah menjagaku dari
makar mereka.” Maka kembali sang raja melemparkannya ke sekelompok
prajuritnya yang lain, kalai ini perintah sang raja: “Pergilah kalian
dan bawalah anak ini ke sebuah perahu, apabila kalain telah ke tengah
laut, maka apabila ia mau berhenti dari agamanya selamatkanlah ia, kalau
ia tetap enggan, lemparkanlah ia ke tengah lautan!”
Maka mereka
pun pergi, setelah sampai di tengah laut, sang anak pun berdoa: “Ya
Allah! Jagalah diriku dari tipudaya mereka sekehendak-Mu.” Maka perahu
itu pun terbalik, namun Allah tetap menyelematkannya dan tenggelamlah
seluruh prajurit raja. Kembalilah sang anak datang menemui sang raja, ia
pun terkejut seraya mengatakan: “Apa yang terjadi pada para sahabatmu?”
Sang anak menjawab, “Allah telah menjagaku dari makar mereka.” Kemudian
ia berkata kepada sang raja, “Sesungguhnya engkau tidak akan pernah
bisa membunuhku, kecuali bila engkau mau menuruti permintaanku.” Sang
raja menjawab, “Apakah itu? Sang anak melanjutkan, “Kumpulkanlah seluruh
manusia pada satu tempat, kemudian saliblah aku di sebuah pohon kurma,
kemudian ambillah satu anak panah dari tempat anak panahku, letakkan
anak panah itu di busurnya, kemudian katakanlah “
Bismilah Rabbil ghulam (dengan nama Allah Rabb-nya anak ini).’ Kemudian lepaskanlah anak panah tersebut. Dengan begitu engkau bisa membunuhku.”
Maka
sang raja pun mengumpulkan manusia pada suatu padang yang luas. Dia
menyalib anak tersebut pada sebuah batang kurma, kemudian mengambil
sebuah anak panah dari tempat anak panahnya dan diletakkan di sebuah
busur, kemudian mengatakan: “
Bismillah Rabbin ghulam (Dengan
menyebut nama Allah, Rabb anak ini).” Kemudian panah itu dilepaskan,
maka anak panah itu melesat tepat mengenai pelipis sang anak, setelah
itu Ia meletakkan tangannya di pelipisnya kemudian meninggal.
Maka manusia seluruhnya mengucapkan, “
Aamanna bi Rabbil ghulam(Kami
beriman kepada Allah Rabb-nya anak tersebut).” Maka dikatakan kepada
sang raja: “(Wahai sang raja!) Tahukah engkau, perkara yang selama ini
kau khawatirkan telah terjadi. Sungguh manusia seluruhnya telah
beriman.” Maka sang raja memerintahkan untuk membuat sebuah parit di
dekat pintu-intu jalan dan membuat lubang panjang. Lalu dinyalakanlah
api kemudian ia berorasi: “Barangsiapa yang tidak mau kembali dari
agamanya, maka lemparkanlah ke dalam parit tersebut.” Atau sehingga
dikatakan, “Lemparkanlah!!” maka mereka pun melemparkan seluruhnya.
Sampai datang seorang wanita bersama bayinya, ia seorang wanita bersama
bayinya, ia berputus asa, berdiri lemas tanpa daya menghadap jurang
parit yang tengah berkobar api, tiba-tiba sang bayi berucap, “Wahai
ibuku.. bersabarlah, sesungguhnya engkau dalam kebenaran…!”
(Hadits shahih riwayat Imam Muslim dalam kitab
Az-Zuhd bab “Qishashotu Ash-habil Ukhdud was Sahir war Rahib wal Ghulam: 3005)
BY: MENIK NUR AMALIA 14